Pelik Tarik Ulur Rancangan UU PDP

Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) membeberkan carut marut Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang masih belum kunjung disahkan.

Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar menjelaskan ada beberapa alasan UU PDP saat ini tak kunjung disahkan hingga menuai polemik, yakni terkait penentuan otoritas lembaga yang mengawal Perlindungan data pribadi.

"Ada satu perdebatan yang cukup runcing di DPR terkait adanya penentuan pembentukan otoritas PDP. Dalam usulan pemerintah dikatakan otoritas akan di bawah Kominfo, tetapi mayoritas fraksi di DPR menghendaki pembentukan otoritas PDP yang independen," ujar Wahyudi secara virtual, Kamis (28/10) sore.


Dengan adanya polemik tersebut akhirnya RUU PDP terkunci mati dan tak kunjung mendapatkan kejelasan. Padahal kejelasan format dari ototitas PDP merupakan kunci dari seluruh pembahasan RUU PDP.

Wahyudi menjelaskan kegagalan negara-negara di Asia Pasifik dalam menjalankan legislasi perlindungan data pribadi salah satunya karena tidak memiliki otoritas perlindungan data pribadi yang independent.

Padahal, Wahyudi menjelaskan otoritas yang independen untuk mengawal UU PDP merupakan prasyarat utama untuk menjalankan undang-undang secara efektif.

Di samping itu dia menjelaskan sebaiknya pemerintah selaku legislatif dan eksektif bisa belajar dari lembaga independen negara yang sudah ada, salah satunya seperti Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Komnas HAM ini menjadi contoh menarik dibuat dan diperkuat melalui undang-undang HAM yang bisa dikualifikasikan sebagai cabang kekuasaan baru negara atau yang sudah dikembangkan di banyak negara," pungkasnya.

Lebih lanjut Wahyudi menjelaskan sebenarnya persyaratan berdirinya otoritas yang independen itu sudah bisa ditemukan di dalam lembaga non struktural di Indonesia.

Misalnya bagaimana aturan berjalan di lembaga tersebut yang diatur undang-undang seperti Komnas HAM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Wahyudi mengatakan salah satu prasyarat penting dari lembaga negara independent adalah model kepemimpinan yang bersifat kolektif polegial. Jadi tidak hanya dipimpin oleh 1 orang kepala saja, tetapi penetapan komisioner diatur di undang-undang.

"Sehingga presiden tidak bisa semena-mena mengangkat dan memberhentikan sesuai dengan kemauannya dia, harus diatur dalam undang-undang," tuturnya.

Di samping itu Wahyudi juga menggarisbawahi sanksi dalam pelanggaran UU-PDP.Ia menjelaskan dalam rancangan legislasi itu adanya rumusan sanksi pidana baik penjara maupun denda.

Sementara, ia mengatakan di Indonesia memiliki pengalaman yang cukup tragis dalam undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggap terlalu over kriminalisasi.

"Sehingga kemudian kami juga mendesak bagaimana undang-undang ini tidak menghadirkan tindak pidana baru tapi cukup mengacu kepada model sanksi administratif, dan denda administratif," tuturnya.

(can/eks)

[Gambas:Video CNN]

0 Response to "Pelik Tarik Ulur Rancangan UU PDP"

Post a Comment